Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Aipda Roni.SH : CLBK Menghancurkan Rumah Tangga dan Meninggalkan Luka yang Dalam Pada Anak

Penulis : Aipda Roni.SH

Bukittinggi – Cinta Lama bersemi Kembali (CLBK) tidak hanya merusak hubungan suami istri, dan hal ini juga menjadi penyumbang terbesar didalam keretakan rumah tangga, dan membuat tinggi nya angka perceraian dan menjadikan Sumatra barat menjadi nomor sembilan tertinggi di Indonesia Kasus Perceraian , CLBK orang tua, juga menggoreskan luka yang mendalam pada anak-anak yang terjebak dalam pertarungan orang tuanya,” ucap Aipda Roni kepada awak media, Rabu (14/6/23).

 

 

Lanjut Aipda Roni,” Kisah tragis ini menjadi cermin pahit tentang bagaimana sebuah asmara masa lalu dapat menghancurkan pilar yang harusnya memberikan keamanan dan kasih sayang.Bagi anak-anak, CLBK adalah kisah yang menyakitkan yang terpahat dalam ingatan mereka selamanya.Mereka menjadi saksi bisu dari perselingkuhan dan pengkhianatan yang merusak hubungan orang tua mereka. Ketika kepercayaan orang tua mereka hancur, ketidakpastian dan kebingungan mengisi setiap hari-hari mereka,” imbuhnya.

 

 

Apalagi CLBK orang tua sampai berujung perpisahan terhadap rumah tangga , tentu ini menjadi suatu traumatic bagi anak, dan mengurat luka yang dalam pada anak karena tidak ada kepedihan yang lebih dalam bagi seorang anak daripada melihat orangtuanya berpisah.

 

 

Perceraian adalah proses yang menyakitkan bagi pasangan yang terlibat, tetapi sering kali anak-anak yang menjadi korban sebenarnya dari pertarungan ini,dalam gelombang penderitaan yang melanda hati mereka, dampak psikologis yang melumpuhkan menjadi kenyataan yang tak terhindarkan.

 

 

Anak-anak yang mengalami perceraian akibat CLBK orang tua ,seringkali menghadapi pertanyaan tanpa jawaban, dibiarkan dalam kekacauan emosional yang merobek-robek jiwa mereka. Dalam beberapa studi kasus, mereka mengembangkan perasaan penolakan yang mendalam. Rasa tidak dicintai dan tidak berharga menjadi beban berat yang mereka bawa sepanjang hidup mereka. Inilah konsekuensi pedih yang sering kali tidak disadari oleh orang tua yang terlibat dalam kasus perceraian,” imbuh Aipda Roni.

 

 

Tidak hanya dampak emosional, tetapi perceraian juga dapat mempengaruhi kemampuan anak-anak untuk belajar dan berperilaku dengan baik. Gangguan konsentrasi, masalah perilaku, dan penurunan akademik seringkali menjadi bayang-bayang yang mengejar mereka,mereka berjuang untuk menemukan stabilitas dalam kehidupan yang terbelah,akibat dari perceraian orang tua tersebut,”tuturnya.

 

 

Dalam proses CLBK, orang tua sering kali tenggelam dalam perangkap emosional mereka sendiri, tanpa memperhatikan konsekuensi yang ditanggung oleh anak-anak mereka. Anak-anak merasa ditinggalkan, ditolak, dan tidak dihargai. Mereka berjuang mencari pemahaman dan mencari jawaban atas pertanyaan yang menghantui pikiran mereka. Rasa bersalah yang tak berkesudahan dan perasaan diri yang terhancur menjadi beban yang terlalu berat untuk mereka pikul.

 

 

Dalam banyak kasus, perpisahan rumah tangga menjadi tak terelakkan akibat CLBK. Anak-anak harus menghadapi realitas pahit bahwa keluarga mereka, tempat mereka mencari perlindungan dan cinta, sudah tidak ada lagi. Rasa kehilangan identitas keluarga yang utuh dan stabilitas menjadi luka yang menganga dalam hati mereka.

 

 

Dampaknya tidak berhenti di situ. Anak-anak yang terjebak dalam perceraian orang tua seringkali mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan perubahan drastis dalam kehidupan mereka. Tinggal dengan satu orangtua, berpindah rumah, dan perubahan pola kehidupan membingkai masa depan mereka yang rapuh. Mereka merasa tidak stabil dan terombang-ambing dalam lautan ketidakpastian.

 

 

Perpisahan ini juga menghancurkan kesejahteraan emosional anak-anak. Depresi, kecemasan, dan kemarahan yang mendalam menjadi teman setia mereka. Mereka merasakan pukulan berat pada keseimbangan emosional mereka yang rapuh. Dalam keadaan yang penuh dengan kehancuran dan keputusasaan, anak-anak berjuang untuk membangun kepercayaan diri dan hubungan yang sehat di masa depan,”ungkapnya.

 

 

Ini adalah kisah sedih yang mengingatkan kita akan urgensi untuk menjaga keutuhan keluarga dan melindungi anak-anak dari dampak negatif CLBK. Orang tua harus memahami bahwa kebahagiaan anak-anak mereka adalah tanggung jawab bersama, dan pilihan masa lalu tidak boleh mengorbankan masa depan mereka.

 

 

Hanya dengan menjalin komunikasi yang baik, empati, dan kepedulian yang tulus, kita dapat mencegah luka yang dalam pada anak-anak yang terjebak dalam kisah CLBK yang memilukan ini,”tutup Aipda Roni.

 

(iyaskari)

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *