Bukittinggi – nuansanews.com, Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., yang merupakan perintis Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) di Sumatera Barat sekaligus Ketua PPKHI Kota Bukittinggi serta juga merupakan inisiator Peraturan Daerah (Perda) Bantuan Hukum di Bukittinggi ketika ditemui setelah menjadi narasumber yang bertema “Bantuan Hukum untuk Masyarakat Miskin” di Sanjai TV yang berstudio di salah satu ruang di DPRD Bukittinggi mengucapkan selamat idul fitri, taqobbalahu minna waminkum, dan mohon maaf lahir batin. Serta ia juga mengajak menjadikan lebaran tahun ini sebagai momentum masyarakat Bukittinggi untuk hijrah menuju kemudahan akses bantuan hukum (acces to justice) dan pelayanan hukum (legal service) yang mana salah satu langkahnya dengan mewujudkan Perda Bantuan Hukum di Bukittinggi.
“Kami yakin makna dan esensi yang terkandung di dalam lebaran tahun ini akan selalu menjadi penyemangat bagi kita semua untuk senantiasa bangkit dalam situasi dan kondisi apapun yang dihadapi bangsa ini. Salah satunya untuk hijrah menuju kemudahan akses bantuan hukum (acces to justice) dan pelayanan hukum (legal service) Bukittinggi butuh Peraturan Daerah (Perda) Bantuan Hukum untuk memberikan kemudahan akses bantuan hukum kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum, karena sampai sekarang sejak tahun 2011 Bukittinggi belum memiliki Perda Bantuan Hukum, ini merupakan amanat dari Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, perlu untuk dibuat Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum yang diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum,” kata Kasubid Pemetaan Masalah Pokdar Kamtibmas Kota Bukittinggi pada Senin, (16/5/2022).
Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang dilakukan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum, ini sangat dibutuhkan masyarakat kota Bukittinggi, selain itu Pemerintah Kota Bukittinggi perlu untuk memenuhi amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945).
“Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 27 Ayat (1) yang mengatakan bahwa: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Dan juga karena fakir miskin merupakan tanggung jawab negara yang diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi : “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara”.
Lalu diperkuat oleh UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Sedangkan Pasal 28H ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
“Artinya, secara konstitusional, negara berkewajiban menjamin hak untuk memperoleh keadilan hukum bagi setiap warga negara Indonesia. Dalam proses beperkara, tentu tidak semua lapisan masyarakat paham mengenai prosesnya. Maka, untuk membantu masyarakat menyelesaikan masalah hukumnya, diperlukan pendampingan hukum, bahkan sampai pada proses peradilan. Pihak yang dapat memberikan bantuan hukum sampai pada proses peradilan itu adalah advokat. Sampai di titik inilah mindset di atas muncul, yaitu membayar jasa advokat masih menjadi barang mewah,” jelas Ketua Forum Pers Independet Indonesia (FPII) Korwil Bukittinggi – Agam ini.
Jadi, salah satu hak dasar warga negara yang dimandatkan oleh konstitusi adalah persamaan di hadapan hukum serta berhak memperoleh kepastian hukum yang adil (access to justice) dan pelayanan hukum (legal service), ini berlaku untuk setiap warga negara.
Kami Kantor Pengacara dan Konsultan Hukum Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., selain melayani bantuan hukum secara profit tapi juga non profit untuk menjalankan amanat UU Advokat dan UU Bantuan Hukum. Bantuan hukum non profit kami berikan melalui LBH Bukittinggi.
“LBH Bukittinggi siap memberikan bantuan hukum terhadap orang/kelompok yang tidak mampu dalam proses perkara. Pemberian bantuan hukum oleh LBH Bukittinggi memiliki peranan yang sangat besar yaitu untuk mendampingi kliennya sehingga dia tidak akan diperlakukan dengan sewenang-wenang oleh aparat, demikian juga untuk membela dalam hal materinya yang mana di sini diharapkan dapat tercapainya keputusan yang mendekati rasa keadilan dari pengadilan,” tegasnya.
Apalagi terhitung per tahun 2019, penduduk miskin di Bukittinggi berjumlah 6.000 jiwa dari total jumlah penduduk Kota Bukittinggi. Mengingat pemerintah daerah diwajibkan bertanggungjawab untuk memenuhi hak-hak mereka sebagai warga negara, tentu ini bukanlah angka yang sedikit. Kemampuan ekonomi yang sangat terbatas tentu menyulitkan posisi mereka, bahkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Namun, disitulah posisi pemerintahan sebuah kota. Di tengah keterbatasan masyarakatnya, kota wajib hadir untuk menjamin akses masyarakat terhadap hak-hak dasar mereka sebagai warga negara sesuai amanat konstitusi. Disisi lain, tentu juga tidak boleh dikesampingkan upaya-upaya dalam mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Ada perspektif yang berkembang di masyarakat, yakni tingginya biaya dalam penanganan proses perkara dalam ranah hukum. Mindset yang terbangun ini kemudian mempengaruhi tindakan, terlebih pada masyarakat tidak mampu. Sehinga apabila memiliki permasalahan hukum, mereka enggan untuk menempuh proses pengadilan dan menerima saja perlakuan ketidakadilan itu tanpa melakukan apapun.
Mereka tidak tahu harus kemana lagi untuk memperjuangkan haknya. Pada situasi lain, perlakuan tidak adil itu dibalas dengan melakukan kekerasan, sehingga malah menjadi pesakitan. Akhirnya, akses terhadap keadilan dianggap tidak mampu menjangkau lapisan masyarakat bawah.
Berangkat dari hal itu, untuk mencapai akses keadilan bagi masyarakat, kami mengusulkan agar segera diterbitkan Perda Bantuan Hukum di Kota Bung Hatta. Titik tekannya adalah, semua masyarakat Bukittinggi berhak untuk mendapatkan bantuan hukum. Dengan adanya Perda Bantuan Hukum di Kota Bukittinggi akan menjamin dan menjadi jawaban, bahwa untuk dapat mengakses bantuan hukum, tidak lagi terbatas kepada golongan mampu semata. Pemberian bantuan hukum ini meliputi masalah keperdataan, pidana, dan Tata Usaha Negara, baik melalui proses litigasi maupun non litigasi.
“Litigasi sendiri adalah proses penanganan perkara di pengadilan, sedangkan non litigasi meliputi penyuluhan hukum, pendampingan, penelitian, mediasi, konsultasi, dan lain sebagainya. Pemerintah daerah memiliki peran dalam penyelenggaraan bantuan hukum bagi orang atau kelompok orang miskin. Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memperluas akses keadilan melalui penganggaran bantuan hukum di APBD dan turut serta dalam memenuhi hak konstitusional warga negara dalam memperoleh bantuan hukum dengan membentukan Perda tentang Bantuan Hukum sesuai amanat Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, perlu untuk dibuat Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum yang diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum,” tutup Alumi Universitas Indonesia ini.(iyas)