Bukittinggi – H. Irman menunjuk pengacara Dr (cand). Riyan Permana Putra, SH, MH dan Gusti Prima Maulana, SH sebagai kuasa hukum untuk langkah hukum terkait dugaan pidana pemilu politik uang yang diduga dilakukan oleh DA calon anggota legislatif (caleg) dari Partai PPP dengan daerah pemilihan (Dapil) 3 Kecamatan Guguak Panjang.
Kami berterima kasih atas kepercayaan H. Irman yang merupakan caleg dari PPP Bukittinggi dari Dapil 2 Kecamatan Guguak. Insya Allah kami akan kawal kasus dugaan pidana pemilu ini, kata Riyan Permana Putra didampingi Gusti Prima Maulana di RM. Simpang Raya Bukittinggi pada Sabtu, (24/2/2024).
Sebelumnya pada Jumat, (23/2/2024), Riyan Permana Putra bersama Gusti Prima Maulana bersama M melaporkan ke Panwaslu Kecamatan Malalak adanya dugaan politik uang yang diduga dilakukan oleh ZF calon anggota legislatif dari Partai Golkar dari Daerah Pemilihan (Dapil) 5 Kabupaten Agam yaitu Kecamatan. 1. Banuhampu. 2. IV Koto. 3. Malalak. 4. Sungai Pua.
Terkait adanya pelaporan dugaan pidana politik uang itu, mendapatkan tanggapan dari M. Sidiq yang merupakan Ketua Ikatan Mahasiswa Malalak (IMAM). Ia menyatakan IMAM tidak memihak kepada caleg mana pun. Dan IMAM mendukung penegakan hukum terkait adanya politik uang agar generasi muda yang ingin masuk ke ranah politik tidak menjadi korban atau tidak terkena effect money politic. Lalu terkait kasus yang sedang berproses di Panwaslu Kecamatan Malalak Sidiq berharap agar Panwaslu dapat menuntaskan dugaan politik uang di Malalak.
Riyan Permana Putra menjelaskan, berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang dikeluarkan Bawaslu, politik uang ini juga menjadi salah satu dari lima isu krusial kerawanan pemilu.
“Bawaslu menyusun IKP sebagai ‘early warning’ (Pencegahan dini), setidaknya ada lima isu krusial yakni politik uang, politisasi SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan), kampanye media mosial, netralitas ASN dan penyelenggaraan pemilu di luar negeri,” ujarnya.
Sementara itu, kata Riyan Permana Putra, tahapan yang rawan terajadinya politik uang yakni saat kampanye, masa tenang, dan pungut hitung.
Adapun langkah pencegahan politik uang yang dilakukan Bawaslu, ujar dia, pertama pendidikan sosialisasi dan pengawasan partisipatif. Kedua, melalui pengawasan kampanye, ketiga melalui pelaporan dan pengaduan, keempat penyelidikan dan penegakan hukum, kelima sanksi dan hukuman.
“Jika Bawaslu menemukan bukti yang kuat terkait praktik politik uang, Bawaslu dapat memberikan sanksi kepada pelanggar, seperti denda, diskualifikasi calon, atau pembatalan hasil pemilihan,” tegasnya.
Langkah pencegahan keenam yakni berkolaborasi dengan seluruh stakeholder hal itu agar pencegahan dan penindakan politik uang dapat berjalan dengan baik.
“Bawaslu bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk KPU (Komisi Pemilihan Umum), kepolisian, jaksa, dan lembaga terkait lainnya, untuk meningkatkan sinergi dalam mencegah dan menindak praktik politik uang,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Minggu, (18/2/2024), pimpinan Kantor Pengacara dan Konsultan Hukum Riyan Permana Putra, Dr (cand). Riyan Permana Putra mengatakan bahwa ia mulai menerima laporan dugaan pidana pemilu dalam proses pemilu legistatif di Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
“Akan ada caleg mengajukan laporan dugaan pidana pemilu dalam proses pemilu legislatif ke Bawaslu. Ada dugaan money politic yang merugikan caleg tersebut. Kami siap lerjuangkan Access to Electoral Justice (Keadilan Pemilu) caleg yang merasa dirugikan karna adanya politik uang,” jelasnya tanpa bersedia menyebut nama caleg tersebut.
Selanjutnya Riyan Permana Putra menyatakan seharusnya para caleg dalam meraih kemenangan dengan tanpa melanggar aturan. Salah satunya tidak menggunakan politik uang alias money politic.
Riyan menerangkan larangan politik uang tertuang pada Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Seperti Pasal 280 ayat (1) huruf j menyebutkan, “Penyelenggara, peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu,” terangnya.
Riyan juga menegaskan apabila terbukti melakukan pelanggaran, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat mengambil tindakan. Yakni berupa pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap, atau pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih, tegasnya.
Apalagi dalam Pasal 286 ayat (1) disebutkan, “Pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara Pemilu dan/atau Pemilih”.
Pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud berdasarkan rekomendasi Bawaslu dapat dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Pelanggaran dimaksud terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif. Pemberian sanksi terhadap pelanggaran tersebut jtidak menghilangkan sanksi pidana, tukasnya.
Riyan melanjutkan sanksi pidana politik uang dibedakan tiga kelompok. Pasal 523 ayat 1 menyebutkan, “Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta”.
Politik Uang Akar Korupsi
Riyan menjelaskan pula bahwa politik uang menjadi ancaman serius menjelang pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024. Kita bisa melihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui program ‘Hajar Serangan Fajar’ mengimbau masyarakat ikut mengawal Pemilu dengan menentang dan menolak praktik politik uang yang dapat menjelma menjadi korupsi.
Riyan Permana Putra menyampaikan sudah bukan menjadi rahasia lagi jika setiap penyelenggaraan Pemilu baik tingkat nasional maupun tingkat daerah diduga masih dikotori dengan politik uang. Apabila masyarakat dengan senang hati menerima politik uang, maka perilaku tersebut dapat memberatkan para kepala daerah serta wakil rakyat. Sebab, ongkos politik/demokrasi yang tergolong sangat mahal dapat memicu kepala daerah/wakil rakyat melakukan tindak pidana korupsi.
“Menjelang pencoblosan banyak orang yang berbagi rezeki. Kami mendorong untuk pemilu selanjutnya hindarkan diri dari perbuatan untuk menerima sesuatu dari calon,” ujarnya, Minggu (18/2/2024).
Menurut Riyan, para wakil rakyat dan kepala daerah yang terpilih bakal berhitung ongkos yang telah dikeluarkan untuk mengikuti kontestasi jabatan politik. Ongkos tersebut pun bakal diupayakan agar kembali modal. Para kepala daerah/wakil rakyat yang terjaring KPK dalam perkara korupsi tak lepas dari praktik balik modal.
Riyan Permana Putra, Kepala Bidang Hukum dibeberapa relawan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar (Amin) itu mengatakan, praktik balik modal yang dilakukan kepala daerah/wakil rakyat terpilih dengan berbagai macam hal. Misalnya, area pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) yang rawan terjadinya penggelapan aset akibat pengamanan yang lemah. Bahkan boleh jadi pada penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) yang rawan suap/gratifikasi proyek.
“Pengadaan barang/jasa dan proses perizinan kenapa begitu sulit, kenapa banyak pekerjaan kontruksi yang tidak beres, ya karena tadi itu ada mark up, ada kualitas yang diturunkan untuk mengejar setoran,” jelas Riyan.
Dihimpun dari data KPK, biaya politik calon bupati/wali kota rata-rata Rp30 miliar, sementara gaji bupati/wali kota terpilih selama 5 tahun di bawah biaya politik. Begitu pula dengan biaya politik menjadi gubernur bisa mencapai Rp100 miliar. Sedangkan untuk pemilihan presiden, biayanya jauh lebih besar lagi.(Iyas Kari)