Membangun nagari bersama dengan pemangku adat untuk saling mengisi dan bekerja sama dalam pembangunan daerah merupakan salah satu peran perantau. Aceh dan minangkabau dikenal menjadi suku yang kental dengan agama dan budaya merantau, telah menjalin hubungan kerjasama yang baik sejak lama. Secara historis hubungan kedua belah pihak sudah terlebih dahulu dipelopori oleh Sutan Daulat, seorang perantau bangsawan Minangkabau yang telah lama menetap di Aceh.
Dengan dibentuknya Majelis Adat Aceh (MMA) di Sumatera Barat, diharapkan menjadi wadah bagi perantau agar tidak melupakan adat dan budaya daerah asalnya selama di rantau, juga sebagai organisasi yang membina hubungan kerjasama masyarakat perantau Aceh dengan Pemerintah Sumatera Barat.
Sebagai bentuk dukungan perantau atas pemerintah daerah, Pengukuhuan Majelis Adat Aceh (MMA), diselenggarakan Senin, (6/6/22) di Aula Kantor Gubernur Sumatera Barat, yang dihadiri Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, Wali Nanggroe Aceh Teuku Malik Mahmud Al-Haytar, serta Wakil Gubernur Sumbar, Joinaldy.
Menyatukan visi misi MAA dengan Pemprov Sumbar merupakan hal penting dalam mejaga dan merawat potensi budaya Aceh dalam membangun daerah rantaunya, serta hidup berdampingan dengan masyarakat Minangkabau.
Dimana langit dipijak, di situ langit dijunjung. Tentunya memiliki niat ikhlas dan tulus dalam merawat bersama-sama adat istiadat dan budaya Aceh yang bertujuan merekatkan kedekatan kita, menghilangkan perbedaan, dan hidup berdampingan masyarakat Aceh di perantauan,” ucap Sulaiman Juned, Ketua Umum MAA Perwakilan Sumbar yang baru dikukuhkan oleh Wali Nanggroe Aceh.
Dalam pengukuhan ini, Wali Nanggroe Aceh pun berharap agar MAA di Sumatera Barat bisa menjadikan visi misi organisasi nya sejalan dengan Pemerintah Provinsi yang berlandaskan budaya Dinul Islam.
Pembentukan program program MAA diharapkan bisa sejalan dengan tempat para perantau, selain mengenalkan adat dan istiadat aceh di rantau, bisa mendapat dukungan positif dari masyarakat Minangkabau juga,” ungkap Wali Nanggroe.
(Iyas)