Bukittinggi Urutan 18 Pelayanan Publik, Riyan Permana Putra ungkap Strategi Peningkatan Pelayanan Publik
Bukuttinggi – Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) menerima 323 laporan dari masyarakat sepanjang tahun 2022.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumbar Yefri Heriani mengatakan, sebagian besar laporan masuk didominasi malaadministrasi tidak memberikan pelayanan pada penyelenggaraan pelayanan publik.
Sebagaimana dilansir dari Antara pada Jumat, (23/12) ada lima pemerintah daerah di Sumatera Barat meraih predikat A atau berada pada kategori kualitas tertinggi zona hijau standar kepatuhan pelayanan publik berdasarkan hasil penilaian penyelenggaraan pelayanan publik oleh Ombudsman RI.
Adapun Bukittinggi, menurut akun instagram Bukittinggiku pada Kamis, (29/12) yang merupakan akun media sosial terkemuka di Bukittinggi, mengutip hasil penilaian Ombudsman Sumatera Barat, di mana Pemkot Bukittinggi harus segera berbenah perihal standar pelayanan publiknya karena Bukittinggi berada di nomor 18 pelayanan publik tepatnya berada di zona kuning pelayanan publik bersama Pasaman Barat diurutan 19 pelayanan publik.
Menyikapi hal ini Riyan Permana Putra, S.H., M.H., yang merupakan Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi dan juga merupakan Kepala Bidang Hukum dibeberapa organisasi di Bukittinggi dan Sumatera Barat ini menyatakan sebagai evaluasi akhir tahun jelas pelayanan publik yang baik merupakan pekerjaan rumah atau PR Kota Bukittinggi yang harus ditingkatkan pada tahun 2023. Bayangkan dari 19 Kabupaten dan Kota yang ada di Sumatera Barat menurut data valid ombudsman Bukittinggi di urutan 18.
Riyan menambahkan dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik disebutkan bahwa pelayanan prima adalah pelayanan yang cepat, mudah, pasti, murah, dan akuntabel.
“Dibentuknya Hukum Pelayanan Publik sama dengan pembentukan hukum pada umumnya yaitu untuk menciptakan kebaikan, menjamin keadilan dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Kebaikan yang diinginkan dalam hukum pelayanan publik adalah Good Governance dan Clean Government,” tambah Alumni Universitas Indonesia ini.
Riyan pun melanjutkan bahwa pelayanan publik merupakan suatu tolok ukur kinerja pemerintah yang paling kasat mata. Masyarakat dapat menilai langsung kinerja pemerintah berdasarkan pelayanan yang diterimanya. Untuk itu kualitas pelayanan publik di Bukittinggi adalah suatu hal yang mendasar yang harus segera ditingkatkan.
“Warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas dari negara (birokrasi). Warga negara juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan akan hak-haknya, didengar suaranya, sekaligus dihargai nilai dan preferensinya,” lanjut pimpinan beberapa media di Bukittinggi – Agam ini.
Riyan yang juga merupakan pengacara Syarikat Jalan Minangkabau dan Ramlan Nurmatias ini pun mengemukakan beberapa strategi peningkatan pelayanan publik di Bukittinggi,
Pertama, Strategi membangun (political environment) yang mendukung terselenggaranya tata kelola pemerintah kota Bukittunggi yang lebih melayani.
Membangun lingkungan politik di sini termasuk di dalamnya mengeluarkan kebijakan-kebijakan publik yang mendukung terselenggaranya proses peningkatan pelayanan publik. Komitmen politik ini diawali dari Walikota Bukittinggi sebagai pemimpin tertinggi di daerah yang bereperan sebagai kunci pejabat publik yang memiliki visi dan misi membangun daerah Kota Bukittinggi.
Kedua, Strategi membangun teknologi yang mendukung terselenggaranya proses pelayanan publik yang berebasis pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Membangun teknologi di sini berarti menyiapkan segala infrastruktur dalam rangka terselenggaranya electronic government termasuk di dalam nya menyiapkan sumber daya baik hardware, software maupun brainware.
Ketiga, Strategi menyiapakan dukungan anggaran untuk terselenggaranya program tersebut. Dukungan anggaran sangat vital bagi terselenggaranya kegiatan pelayanan publik. Dukungan anggaran ini perlu disiapkan sejak masa penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah Daerah (RPJPD dan RPJMD). Perlu kesepakatan bersama antarda eksekutif bersama legislatif daerah untuk mengesahkan dokumen perencanaan daerah tersebut.
Dan keempat adalah Strategi partisipasi seluruh stakeholders dalam mendukung terlaksananya program tersebut. Stakeholders di sini bisa berasal dari masyarakat, maupun dunia usaha (private sector), tanpa partisipasi dari seluruh stakeholders tersebut kebijakan yang bagus sekalipun akan terasa kurang berdampak pada perubahan positif yang merupakan dampak (outcome) dari sebuah kebijakan yang dihasilkan oleh (policy maker).(Iyas Kari)