Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Kepemimpinan Publik yang Berkelanjutan di Era Vuca : Memandu Untuk Memberikan Kualitas Hidup Untuk Generasi Saat Ini dan Mendatang

Oleh: Mira Syahraini, SE, MM, CFrA

(mahasiswa program doktor ilmu manajemen)

 

Bukittinggi – Ditengah gejolak era VUCA _( Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity), di mana kompleksitas, ambiguitas, volatilitas, dan ketidakpastian menjadi hal paling berpengaruh yang tidak bisa dihindarkan. Para pemimpin publik menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu kemajuan teknologi yang pesat, pergeseran ekonomi yang tak terduga, degradasi lingkungan, dan tatanan sosial yang semakin ditandai dengan ketidaksetaraan. Ini mengakibatkan eksistensi kita, masyarakat, organisasi, dan pemerintah sangat dipengaruhi oleh reaksi yang tepat terhadap era VUCA, dan tuntutan global yang menuntut untuk cepat beradaptasi. Tak elak, bahwasanya kepemimpinan publik saat ini membutuhkan pemimpin yang mampu bertahan dan mengambil peluang dari era VUCA, yaitu pemimpin yang adaptif dalam inovasi teknologi yang cepat, keterkaitan global, dan tantangan lingkungan. Kepemimpinan ini disebut juga dengan kepemimpinan berkelanjutan yang mana sangat populer saat ini, dimana SDG (Sustainable Development Goals) yang dicanangkan oleh PBB pada Tahun 2015 sedang menuju agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan dengan 17 tujuan berkelanjutan. Dengan pemimpin yang berkelanjutan akan mendukung sepenuhnya terhadap ketercapaian ketujuh belas tujuan SDG ini.

 

Kepemimpinan yang berkelanjutan, didefinisikan sebagai komitmen untuk menyeimbangkan tujuan ekonomi, lingkungan, dan sosial demi kesejahteraan jangka panjang. Di zaman di mana perubahan adalah satu-satunya hal yang konstan, kepemimpinan yang berkelanjutan bukan hanya sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan bagi para pemimpin publik untuk untuk menavigasi perairan yang penuh gejolak dan meninggalkan warisan yang positif.

 

Dalam situasi seperti ini, pemimpin yang berkelanjutan adalah mereka yang memasukkan keberlanjutan ke dalam pengambilan keputusan dan gaya kepemimpinan mereka. Mereka memprioritaskan manusia, bumi, dan keuntungan ekonomi* , dengan pandangan jangka panjang atau dikenal juga dengan pendekatan *_Triple-Bottom-Line (People, Planet, Profit_ ).* Bagi para pemimpin publik, ini berarti mengatasi masalah-masalah sosial dan lingkungan seperti ketidaksetaraan sosial, perubahan iklim, polusi, krisis ekonomi, kelestarian sumber daya hayati, sambil memastikan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

 

Sesuai dengan pendekatan yang pertama, yaitu pemimpin yang berkelanjutan memprioritaskan “manusia” yang artinya pemimpin memiliki Tanggung Jawab Sosial. Pemimpin memperhatikan kesejahteraan tim, pemangku kepentingan, dan masyarakat. Hal ini mencakup memberikan kesejahteraan yang merata pada masyarakat, menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, mendorong keberagaman, dan memastikan praktik ketenagakerjaan yang adil. Penting bagi pemimpin untuk berinvestasi dalam program pendidikan dan pengembangan keterampilan, untuk membantu menjembatani kesenjangan antara masyarakat yang terpinggirkan dengan peluang kerja, serta memastikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada perekonomian. Kemudian pemimpin mendorong praktik ketenagakerjaan yang adil, dimana keputusan dibuat semata-mata berdasarkan kualifikasi dan prestasi, bukan atas dasar prasangka atau bias pribadi.

 

Pendekatan yang kedua, bahwa pemimpin berkelanjutan memprioritaskan kelestarian bumi dan lingkungan hayati, melalui praktek manajemen lingkungan dengan mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak lingkungan atas kegiatan operasional manusia ataupun bisnis/perusahaan. Hal ini termasuk seperti mengurangi jejak karbon, dengan kebijakan minimalisasi penggunaan kendaraan bermotor yang menyebabkan karbon. Penggunaan sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, atau tenaga air. Begitu juga kebijakan dan tindakan minimalisasi limbah, mendaur ulang barang, dan menggunakan lebih sedikit kemasan. Ini juga termasuk pada konservasi sumber daya dengan penggunaan energi, air, dan bahan baku secara bertanggung jawab untuk mencegah pemborosan. Kemudian pelestarian sumber daya hayati, dan lingkungan hidup untuk menjaga keseimbangan ekosistem, mendukung ketahanan pangan, mengurangi dampak perubahan iklim, memastikan kelangsungan hidup berbagai spesies, dan mempertahankan kualitas lingkungan. Sehingga lingkungan yang lestari dapat menyediakan udara bersih, air bersih, dan ruang terbuka hijau yang penting untuk kesejahteraan fisik dan mental manusia.

 

Pendekatan ketiga, bahwa pemimpin berkelanjutan perlu memperkuat aspek ekonomi dengan tetap diimbangi oleh praktik-praktik yang etis dan pertumbuhan jangka panjang. Di era VUCA, para pemimpin publik harus mengutamakan keberlanjutan, inovasi, dan adaptasi untuk mencapai kemakmuran secara ekonomi. Ini dapat dilakukan dengan promosi kemitraan, berinvestasi pada teknologi ramah lingkungan, meningkatkan keterampilan tenaga kerja, dan menekankan pertumbuhan jangka panjang dan inklusif. Pemimpin yang berkelanjutan akan menegakkan peraturan lingkungan yang ketat sambil mempromosikan industri yang berkelanjutan, memastikan bahwa kemajuan ekonomi tidak mengorbankan lingkungan atau kesejahteraan sosial. Berkelanjutan dari segi ekonomi juga berarti bahwa organisasi harus bisa mengoptimalkan pendapatannya, berinovasi untuk memperoleh surplus, dan terutama menjaga sistem keuangan agar tidak bocor oleh praktek-praktek kecurangan. Begitu juga melakukan manajemen biaya yang tepat, dengan memutuskan setiap pengeluaran berdasarkan kriteria efisien, efektif, ekonomis, dan bernilai untuk menghasilkan kegiatan yang berdampak pada hasil yang bermanfaat.

 

Selain pada prinsip diatas, pemimpin yang berkelanjutan adalah pemimpin yang memiliki nilai-nilai individual yaitu nilai etika, sistem pemikiran berkelanjutan, penuh kesadaran yang holistik (mindfullness), reflektif terhadap situasi kompleks dan tidak pasti, serta tangguh untuk pulih dari krisis. Dengan nilai-nilai keberlanjutan ini, akan merefleksi terhadap gaya kepemimpinannya yang akan menghasilkan mekanisme berkelanjutan di tingkat organisasi yang dipimpinnya. Sehingga akan menciptakan keterlibatan pemangku kepentingan untuk mempromosikan keberlanjutan melalui keputusan dan tindakan kolaboratif untuk keberhasilan tujuan bersama.

 

Pada akhirnya, dunia saat ini, terutama organisasi publik/pemerintahan membutuhkan pemimpin yang berkelanjutan, yang memiliki kemampuan untuk melihat lebih dari sekadar masa kini, berinovasi untuk jangka panjang, dan bertindak untuk kebaikan bersama, kebaikan untuk manusia dan lingkungan, untuk saat ini dan masa datang.*

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *