Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Penyewa Tak Gubris Somasi, Pemilik Pagari Lahan Kedai Sanjai di Gadut

Penyewa Tak Gubris Somasi, Pemilik Pagari Lahan Kedai Sanjai di Gadut

Agam – Akses jalan ke salah satu Kedai Sanjai di Gadut, Agam, Sumatera Barat, dipagar oleh pemilik tanah.

Dari pantauan media ini di lokasi, Sabtu, (26/11/2023), tidak ada aktivitas jual beli di kedai sanjai ini. Hanya ada sejumlah masyarakat, tokoh masyarakat, dan pengacara di lokasi.

Terdapat sebuah spanduk besar terpampang di depan kedai sanjai ini yang bertuliskan “Dilarang melakukan kegiatan apa pun juga di atas tanah/bangunan ini. Dikarenakan tanah ini adalah Hak Milik Frismanto sesuai dengan SHM atas Nama Frismanto dengan luas 682 M2.

Tanah/bangunan ini dalam pengawasan Kantor Pengacara dan Konsultan Hukum Dr (cand). Riyan Permana Putra, SH, MH & Rekan.

Dilarang memasuki dan mempergunakan tanah/bangunan tanpa izin tertulis dari kuasa hukum Frismanto karena dapat diancam pidana Pasal 167 ayat 1, 389, dan 551 KUHP.”

Pemagaran ini setelah adanya somasi sebanyak 4 (empat) kali kepada penyewa yang tidak beritikad baik menyelesaikan kewajibannya, imbuh kuasa Pemilik Tanah Riyan Permana Putra kepada media ini.

Pemilik tanah menuntut penyewa untuk membayar haknya setelah jatuh tempo sewa habis dan segera mengosongkan lokasi karna jatuh tempo sewa sudah habis, tambahnya.

Riyan menjelaskan dalam kasus ini pemegang hak atas tanah yang sah sering kali merasa risau ketika tanahnya digunakan atau dikuasa pihak lain. Sudah diberi tahu secara baik dan sudah dilakukan musyawarah namun si pemakai tanah tersebut juga tetap tidak mau keluar atau tetap saja menguasai tanah yang bukan miliknya, sedangkan jatuh tempo sewa sudah habis.

Apalagi dalam hukum seseorang yang tetap menguasai tanah tanpa memiliki surat-surat tanah yang otentik atau dalam bentuk apapun yang padahal di atas tanah tersebut ada pemilik yang sah, dalam hal seperti ini pihak yang menguasai atau yang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah telah melanggar Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau kuasanya.

Meskipun peraturan perundang-undangan ini berada di luar kodifikasi KUHP, namun biasanya Peraturan ini digolongkan sebagai salah satu peraturan perundang-undangan yang populer terkait dengan tindak pidana  aset tanah dan bangunan, jelas Riyan.

Masyarakat umum menyebutnya sebagai pasal “penyerobotan tanah” adapun bunyi Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau kuasanya adalah “Dilarang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah”, terang Riyan.

Kemudian menurut Riyan hal tersebut juga melanggar pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau kuasanya yang menyebutkan sebagai berikut:

– Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam pasal-pasal 3, 4 dan 5, maka dapat dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah);

– Barang siapa memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, dengan ketentuan, bahwa jika mengenai tanah-tanah perkebunan dan hutan dikecualikan mereka yang akan diselesaikan menurut pasal 5 ayat (1);

– Barang siapa mengganggu yang berhak atau kuasanya yang sah didalam menggunakan haknya atas suatu bidang tanah;

– Barang siapa menyuruh, mengajak, membujuk atau menganjurkan dengan lisan atau tulisan untuk melakukan perbuatan yang dimaksud dalam pasal 2 atau huruf b dari ayat (1) pasal ini;

– Barang siapa memberi bantuan dengan cara apapun juga untuk melakukan perbuatan tersebut pada pasal 2 atau huruf b dari ayat (1) pasal ini.

Ketentuan-ketentuan mengenai penyelesaian yang diadakan oleh Menteri Agraria dan Penguasa Daerah sebagai yang dimaksud dalam pasal-pasal 3 dan 5 dapat memuat ancaman pidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) terhadap siapa yang melanggar atau tidak memenuhinya.

“Tindak pidana tersebut dalam pasal ini adalah pelanggaran,” tutupnya.(Iyas Kari)

 

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *