Bali – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memimpin apel gelar pasukan Operasi Puri Agung 2022 dalam rangka pengamanan KTT G20 di Lapangan Renon, Denpasar, Bali, Senin 7 November 2022.
Operasi Puri Agung 2022 akan berlangsung pada 8-17 November 2022. Sebanyak 9.700 personel dikerahkan dalam operasi ini. Tidak hanya itu, ada 3.699 pasukan cadangan di Mako Brimob dan pasukan di Satbrimoda.
Dalam arahannya, Kapolri mengatakan, Presiden RI Joko Widodo meminta supaya kegiatan internasional ini bisa berjalan dengan aman dan lancar. Indonesia harus menjaga kehormatan dan kepercayaan yang telah diberikan. Tidak boleh ada letupan sekecil apa pun.
“Bapak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah menyampaikan bahwa kita harus betul-betul menjaga kehormatan dan kepercayaan yang telah diberikan kepada Indonesia, tidak boleh ada letupan sekecil apa pun,” kata Kapolri Sigit.
Kapolri menginstruksikan semua personel siaga terhadap segala potensi gangguan keamanan. Apalagi, pola pengamanan bisa saja berubah-berubah dengan cepat di tengah konflik Rusia-Ukraina, China-Amerika Serikat, dan Korea Utara-Korea Selatan.
“Kita akan melaksanakan pengamanan di mana situasi dapat berubah secara cepat dan tidak menentu akibat perang antara Rusia-Ukraina dan konflik geopolitik antara Tiongkok-Amerika Serikat serta Korsel dan Korea Utara,” katanya.
Kapolri Sigit juga memerintahkan pasukan untuk memantau oknum-oknum yang hendak membuat tindakan anarkis selama KTT G20 di Pulau Dewata. Personel harus memprediksi dan mengantisipasi sejumlah potensi gangguan itu.
“Dimungkinkan terhadap terdapat kelompok yang memanfaatkan momentum G20 untuk menarik perhatian internasional, kita harus mampu memprediksi dan mencegah aksi-aksi yang dapat mendiskreditkan negara Indonesia dan negara-negara tamu serta kegiatan yang mengarah pada hal-hal yang bersifat gangguan dan anarkis,” katanya.
Kapolri Sigit tidak ingin para delegasi mendapatkan ancaman keamanan baik saat tiba di Bali, lokasi penginapan, venue KTT G20, objek wisata hingga kembali ke negara asal.
“Kita harus mempersiapkan manajemen risiko dan responsif ketika ancaman tersebut datang. Pastikan dukungan operasi dapat berjalan optimal dalam situasi kontingensi termasuk juga keamanan rute escape dan safe house yang dapat berubah sesuai dengan situasi lapangan,” katanya.(*)