Restorative Justice, Solusi Hukum Walikota Hadapi Polemik Dugaan Inses di Bukittinggi
Bukittinggi – Sebagaimana dilansir dari Kompas.com, polisi menyiapkan pemanggilan Wali Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, terkait dugan pencemaran nama baik dan pembohongan publik atas kasus dugaan inses ibu dan anak.
Saat ini polisi sudah memeriksa delapan saksi dalam kasus yang dilaporkan ibu yang diduga inses dan ninik mamak ke Polresta Bukittinggi.
“Kita siapkan juga pemanggilan terlapor (E). Nanti arahnya kesana juga. Sekarang masih kita kejar saksi lain,” kata Kasat Reskrim Polresta Bukittinggi, AKP Fetrizal yang dihubungi Kompas.com, Jumat (30/6/2023).
Menyikapi perkembangan kasus ini, Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., perintis Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum (PPKHI) Sumatera Barat menyatakan selain kooperatif, ada jalan keluar (solusi) hukum lain untuk walikota keluar dari kasus ini, yaitu restorative justice sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021 dan Peraturan Kejari Nomor 15 Tahun 2020.
“Lebih jelasnya dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejari 15/2020 menyatakan perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif,” kata alumni Universitas Indonesia ini di Bukittinggi, pada Minggu, (2/6/2023).
Kalau kita lihat, Walikota bisa memenuhi syarat materil Restorative Justice sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf e Peraturan Kepolisian 8 Tahun 2021 yang berbunyi: ia bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan Putusan Pengadilan, tambahnya.
Dan Riyan menilai Walikota juga harus memenuhi syarat formil restorative justice dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021, yaitu kesepakatan perdamaian dari kedua belah pihak dan adanya pemenuhan hak korban, lanjutnya.
“Pemenuhan hak korban itu bisa berupa mengembalikan barang, mengganti kerugian, mengganti biaya yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana, dan/atau mengganti kerusakan yang ditimbulkan dari tindak pidana tersebut,” ujarnya.
Restorative Justice ini bisa dilaksanakan karna telah ada MOU tentang Restorative Justice dengan melibatkan Ninik Mamak LKAAM, menindaklanjuti Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021, tegasnya.
Waktu itu kerjasama Polda dengan LKAAM ini ditandatangani Irjen Pol Teddy Minahasa Putra dengan Ketum LKAAM Sumbar Dr Fauzi Bahar Dt Nan Sati, yang isinya memberi peran kepada Ninik Mamak untuk memfasilitasi penyelesaian kasus hukum yang melibatkan anak kemanakan, sebutnya.
Dalam kajian PPKHI Bukittinggi, di Sumbar, jumlah kasus yang diselesaikan secara restorasi justice selama 2021 yakni sebanyak 1.011 dari 5.585 kasus.
“Sementara di 2022, dari total 2.257 kasus tindak pidana yang ditangani, sebanyak 257 kasus di antaranya dapat selesai melalui penerapan mekanisme restorative justice,” kata dia mengutip data dari Polda Sumbar.(Iyas Kari)