Bukittinggi,Sumbar – Hengki (47) warga Kelok Cinduo, Kelurahan Kayu Kubu, Kecamatan Guguak Panjang, Bukittinggi butuh bantuan materil dan moril untuk perawatan medis dan atau pengobatan tradisional terhadap penyakit stroke yang dideritanya sejak 1 bulan terakhir.
Hengki, suami Desi Marianti, yang berprofesi sebagai pedagang warung makanan dan minuman kecil ini sudah tergeletak lemas di tempat tidur atau kursi rodanya. Ayah dari 4 orang anak ini, sangat membutuhkan bantuan moril maupun materil dari uluran tangan para dermawan dan Pemerintah Kota Bukittinggi untuk biaya pengobatan stroke yang dideritanya.
Hengki telah mengalami penyakit stroke dibagian sebelah kiri tubuhnya, diperkirakan Hengki mengalami stroke mulai dari bahu sebelah kiri atas hingga ujung kaki sebelah kiri bawah. Hengki beralamat di Jalan Binuang, Lingkar Kelok Cinduo Ngarai, Kayu Kubu, Kota Bukittinggi, pada Minggu 30 Oktober 2022.
Meskipun dalam kondisi stroke, Hengki masih bisa memberikan sedikit jawaban dari beberapa pertanyaan jurnalis, tentang awal mula penyakit yang dideritanya.
Berikut hasil wawancara awak media dengan Hengki, diantaranya;
P: Sejak kapan menderita stroke?
J: Baru sekitar 1 bulan terakhir, rasanya badan ini tidak bisa berjalan dan bergerak seperti biasanya.
P: Sudah dibawa kemana berobat selama ini?
J: Sejak bulan lalu, sekitar tanggal 17 September hingga 20 September 2022 sempat dirawat selama 4 hari 3 malam di RSUD Bukittinggi yang menurut hasil medisnya dinyatakan saya sakit karena ada pembengkakan pada Jantung. Pada saat itu belum ada terdeteksi penyakit stroke di RSUD Bukittinggi.
Namun karena dianggap sudah agak sedikit membaik saya disuruh pulang oleh pihak dokter RSUD Bukittinggi. Lanjut Hengki, sebenarnya saya merasa belum sembuh total namun karena pihak rumah sakit sudah membolehkan pulang akhirnya saya dibawa istri pulang ke rumah.
“Saya merasakan selama perawatan di RSUD Bukittinggi baik-baik saja, tapi karena baru 4 hari 3 malam dirawat biayanya terlalu mahal. Kami kaget mendengarkan biayanya. Selama perawatan disana menelan biaya sebanyak 4 juta 8 ratus ribu rupiah,” kata Hengki.
Hal ini disebabkan karena pihak keluarga Hengki pada saat itu belum memiliki kartu BPJS Kesehatan sehingga harus membayar sendiri biaya selama perawatan di RSUD Bukittinggi.
“Yang terasa, sejak keluar dari RSUD Bukittinggi tidak ada perubahan sama sekali terhadap penyakit yang saya derita. Akhirnya karena terasa biaya di rumah sakit mahal, keluarga saya mengurus kartu BPJS saya yang dijanjikan akan aktif dalam waktu 14 hari,” kata Hengki.
Akhirnya, tim media melanjutkan wawancara dengan Istri Hengki. Hal ini disebabkan kerena bibir Hengki sudah terasa kelu atau susah untuk bicara sehingga wawancara dilanjutkan dengan Desi.
Desi menambahkan setelah kartu BPJS suami saya aktif, kami langsung membawa suami saya ke rumah sakit karena kami nilai suami saya sudah butuh perawatan yang khusus. Saya rasa bukan hanya sakit Jantung lagi yang dideritanya tapi lebih kepada gejala sakit stroke.
“Makanya kami bawa ke RS Otak M. Hatta pada tanggal 16 Oktober dan dirawat selama 6 hari yang keluar pada tanggal 21 Oktober 2022. Meskipun suami saya pakai kartu BPJS tapi menurut dokter spesialis stroke mengatakan bahwa suami saya sudah boleh dibawa pulang karena dinilai sudah agak membaik,” kata Desi.
Lanjut Desi, saya sendiri juga heran kenapa dokter membolehkan pulang suami ke rumah padahal penyakit suami saya ini, menurut saya masih butuh perawatan khusus atau intensif di rumah sakit.
“Saya agak berpikir aneh terhadap RS Otak M. Hatta, apakah pasien yang memiliki kartu BPJS tidak boleh dirawat lama-lama disana,” tanya Desi?
Yang terjadi sekarang, suami saya sering merasa sesak nafas, kedinginan, ngilu di bagian tubuh sebelah kiri, perut terasa tidak enak, makan juga susah, tidak bisa bergerak bebas. Apalagi pergi ke kamar mandi.
“Jangankan untuk pergi ke kamar mandi, untuk berdiri saja sudah dan harus dibantu atau dipapah oleh orang lain. Terkadang saya tidak kuat mengangkat badan suami saya. Sementara saya tinggal berdua dengan suami, anak-anak tinggal bersama neneknya di rumah yang berbeda,” kata Desi.
Namun akhirnya, saya berpikir ulang lagi untuk membawa suami saya ke rumah sakit. Jangan-jangan nanti suami saya ditolak di rumah sakit.
Meskipun ada kartu BPJS kesehatan tapi dalam kondisi kami yang sekarang ini tidak memiliki uang atau biaya yang cukup, maka kami berpikir ulang lagi untuk menunda membawa suami kembali ke rumah sakit.
“Aktifitas jual beli kami sudah tidak ada lagi semenjak suami menderita sakit Jantung yang dikatakan RSUD Bukittinggi dan sekarang suami mengalami sakit stroke yang dikatakan oleh RS Otak M. Hatta Bukittinggi,” ujarnya.
Tambah Desi, saya berharap suami saya dapat dirawat kembali di rumah sakit yang memadai dimanapun agar penyakitnya dapat segera pulih karena suami memiliki kartu BPJS. Namun kami khawatirkan sekarang, karena kami tidak memiliki biaya jika nanti suami dirawat di rumah sakit.
Kami berharap, pihak Pemerintah Kota Bukittinggi, terutama Dinas Sosial maupun Baznas Kota Bukittinghi dapat mendengarkan keluh kesah kami ini. Kami juga berharap dari para dermawan sekira mau meringankan beban keluarga kami ini. (*)