Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Tinjauan Hukum ‘Ketua PN Surabaya Tidak Menjalankan Putusan MA’

Penulis: Hartanto Boechori

Dasar: Berbagai sumber.

 

1. Putusan Berkekuatan Hukum Tetap (Inkracht).

Berkaca dari kasus berjudul ‘Ketua PN Surabaya Tidak Menjalankan Putusan MA?’ Putusan di tingkat PN Surabaya, Pengadilan Tinggi (PT), dan Mahkamah Agung (MA), semuanya telah menguatkan/ memenangkan gugatan Irwan Budi Soewardi. Artinya putusan telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Dalam kondisi ini Ketua PN Surabaya seharusnya wajib menjalankan putusan tersebut dengan menerbitkan penetapan eksekusi.

 

2. Adanya Gugatan Perlawanan Eksekusi.

Marco mengajukan gugatan perlawanan eksekusi. Ini upaya hukum yang bisa dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh proses eksekusi. Namun, gugatan perlawanan eksekusi tidak bisa dijadikan alasan menghentikan eksekusi yang sudah inkracht.

Gugatan perlawanan eksekusi tidak bersifat menunda (suspensif), artinya Ketua PN tidak perlu menunggu putusan gugatan perlawanan eksekusi tersebut untuk melaksanakan eksekusi. Selama belum ada putusan dari pengadilan yang menyatakan eksekusi harus ditunda atau dihentikan, eksekusi bisa dan harus tetap dilakukan berdasarkan putusan inkracht.

 

3. Peran Ketua PN dalam Eksekusi

Ketua Pengadilan Negeri berperan sebagai eksekutor putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Sebagai eksekutor, Ketua PN berkewajiban menerbitkan surat perintah eksekusi tanpa harus menunggu putusan atas gugatan perlawanan eksekusi, kecuali terdapat penetapan dari pengadilan yang lebih tinggi untuk menunda eksekusi tersebut.

Apabila Ketua PN tidak segera melaksanakan eksekusi, hal ini bisa dianggap sebagai bentuk perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang terhadap tugasnya sebagai eksekutor putusan yang berkekuatan hukum tetap.

 

4. Prinsip Hukum Eksekusi.

Eksekusi wajib dilakukan segera setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap. Gugatan perlawanan hanya menunda eksekusi jika ada penetapan pengadilan yang secara spesifik memerintahkan penundaan eksekusi. Jika tidak ada perintah penundaan, Ketua PN Surabaya wajib melaksanakan putusan kasasi dengan menerbitkan perintah eksekusi.

5. Kewajiban Ketua PN Surabaya sebagai Eksekutor.

Dalam kasus di atas, bila Irwan atau Kuasanya meminta dilakukan eksekusi, Ketua PN Surabaya wajib menerbitkan keputusan eksekusi karena putusan MA sudah inkracht. Gugatan perlawanan eksekusi dari Marco tidak menunda kewajiban eksekusi, kecuali ada perintah penundaan dari pengadilan yang lebih tinggi.

 

 

Dasar hukum yang mewajibkan Ketua PN mengeksekusi segera tanpa menunggu putusan gugatan perlawanan eksekusi.

 

1. Pasal 195 HIR / Pasal 206 RBg.

Pasal 195 HIR (Herziene Indonesisch Reglement) atau Pasal 206 RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten) menyatakan bahwa putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap harus segera dieksekusi. Putusan pengadilan yang sudah inkracht memiliki sifat final dan mengikat, sehingga tidak ada alasan bagi Ketua PN untuk menunda eksekusi.

 

Gugatan perlawanan eksekusi tidak bersifat menunda eksekusi secara otomatis. Eksekusi tetap harus dijalankan meskipun ada perlawanan dari pihak yang kalah, kecuali ada perintah pengadilan yang lebih tinggi untuk menunda eksekusi.

 

*2. Pasal 197 ayat (1) HIR / Pasal 207 RBg*

Pasal ini mengatur bahwa eksekusi harus dilakukan berdasarkan permohonan eksekusi dari pihak yang memenangkan perkara. Setelah ada putusan yang inkracht, pihak yang menang berhak mengajukan permohonan eksekusi, dan Ketua PN berkewajiban untuk menjalankan putusan tersebut.

 

Tidak ada ketentuan yang mengharuskan Ketua PN menunda eksekusi hingga ada putusan atas gugatan Gugatan perlawanan eksekusi. Artinya, meskipun ada perlawanan eksekusi, eksekusi tetap harus dilakukan kecuali pengadilan yang lebih tinggi memutuskan lain.

 

*3. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 Tahun 2000*

SEMA No. 3 Tahun 2000 secara eksplisit mengatur tentang eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. SEMA ini menegaskan bahwa eksekusi wajib dilaksanakan setelah putusan inkracht, dan tidak ada kewajiban untuk menunggu putusan perlawanan eksekusi

 

SEMA ini juga menyatakan bahwa dalam perkara yang telah diputus dengan kekuatan hukum tetap, pejabat pengadilan, termasuk Ketua PN, wajib mematuhi dan melaksanakan putusan tanpa penundaan.

 

*4. Yurisprudensi Mahkamah Agung*

Dalam beberapa putusan Mahkamah Agung, telah ditegaskan bahwa gugatan perlawanan eksekusi tidak bersifat menunda eksekusi putusan yang sudah inkracht. Salah satu yurisprudensi yang relevan adalah Putusan Mahkamah Agung No. 128 K/Sip/1973, di mana dinyatakan bahwa gugatan perlawanan eksekusi tidak menghalangi pelaksanaan eksekusi terhadap putusan yang sudah inkracht.

 

*5. Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 2 Tahun 2015 – Tata Cara Eksekusi Putusan Pengadilan*

Dalam Perma ini ditegaskan bahwa eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap harus segera dilaksanakan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Penundaan hanya bisa dilakukan jika ada putusan pengadilan yang lebih tinggi yang secara eksplisit memerintahkan penundaan eksekusi.

 

Perma ini juga mengatur mekanisme pelaksanaan eksekusi dan penanganan gugatan perlawanan eksekusi, tetapi menegaskan bahwa eksekusi harus tetap dilakukan meskipun ada gugatan perlawanan.

 

*6. Prinsip Hukum Eksekusi*

Dalam hukum acara perdata, eksekusi putusan yang sudah inkracht adalah perwujudan dari prinsip keadilan yang final dan mengikat. Menunda eksekusi tanpa alasan hukum yang sah, seperti menunggu hasil gugatan perlawanan eksekusi, bertentangan dengan prinsip ini dan dapat dianggap sebagai pelanggaran atas kewenangan hakim sebagai eksekutor.

 

Ketua PN sebagai pejabat eksekutor tidak boleh menunda eksekusi tanpa adanya perintah dari pengadilan yang lebih tinggi. Melakukan penundaan tanpa dasar yang sah bisa dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang.(**)

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *