Riyan Permana Putra Jawab Komentar Seorang Dìduga Wako di Grup WA
Bukittinggi – Pada Kamis, (6/4) Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H. menanggapi komentar seorang yang diduga Wako di salah satu grup WA.
Saya waktu itu diberitahu wartawan, Pak, Wako komentari berita terkait kasus dugaan SKTM yang tidak sesuai fakta yang dikeluarkan seorang Walinagari di Agam dan juga Wako itu komentar terkait argumen hukum Bapak terkait pasa pabukoan yang merupakan laporan dari masyarakat yang tidak setuju dibangun pasa pabukoan di depan rumahnya tanpa sosialisasi. Saya terkejut dan minta dikirimkan screen shootnya.
Dan Riyan menyatakan ia akan tanggapi komentar seorang yang diduga Wako tersebut agar tidak terjadi salah paham di masyarakat.
Pertama terkait tulisan WA orang yang diduga Walikota itu yang menyatakan “samo ambo pun bingung hukum pidana tu azasnya ultimum remedium, upaya terakhir dalam upaya mencapai tertib hukum. Walinagari laporin balik aja.”
Riyan menjawab sebaiknya, Wako jika tidak tahu asal usul masalah yang saya tangani jangan asal komentar. Seharusnya tabayun dulu baru komentar. Semua anak hukum tahu hukum pidana itu adalah ultimum remedium. Dan kami dari tim hukum sudah kirim surat somasi. Dan karna tidak ada jalan tengah dari surat somasi yang kami ajukan maka klienlah yang menyuruh kami menempuh langkah hukum pidana dan lainnya. Janganlah kalo tidak tahu masalah menyudutkan profesi. Anda bekerja saya bekerja. Bekerjalah sesuai bidang masing-masing sesuai aturan yang berlaku janganlah berjanji dengan melabrak segala aturan bahkan logika. Justru saya bertanya apa alasan anda menyuruh walinagari melapor balik. Saya memiliki hak imunitas (Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana selama menjalankan tugas profesinya sebagaimana dijelaskan dalan Pasal 16 UU Advokat) saat membela klien saya yang mana Walinagari itu mengeluarkan SKTM kepada seorang suami yang akan menggugat cerai istrinya. Sedangkan sebelumnya anaknya mengurus SKTM untuk beasiswa itu tidak boleh memperoleh SKTM karna orang mampu. Lalu kenapa saat suami mengurus SKTM bisa saat anak mengurus tidak bisa. Jadi ada dugaan mal administrasi yang diduga dilakukan walinagari dalam penerbitan SKTM dan ada dugaan pemalsuan SKTM tersebut oleh pemberi dan penerima SKTM.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 263 KUHP
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Lalu terkait dugaan tindakan Maladministrasi Walinagari tersebut merujuk pada: Pasal 1 angka (3) UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman: “Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan”.
Riyan menambahkan polisi saja saat memeriksa kasus klien saya yang SKTM diduga dipalsukan suami ini saja prihatin dengan nasib ibu dan anak ini karna hak pasca perceraiannya terancam tidak didapat.
Dan terkait masalah pasa pabukoan.
Wako itu menulis komentar di grup wa itu begini: itu kan sudah berkali2 dan kebiasaan menahun di bukittinggi masa dikomentari dengan dalil hukum,,
ya insting sebagai pemimpin, saya lindungi lah rakyat saya
Jaman sekarang ekonomi sulit
Kami putar otak buat program
Utk mendorong pertumbuhan ekonomi
Rakyat jualan pabukoan di komentari dengan argumentasi hukum
Apa apaan
Apapun kondisinya
Kesejahteraan rakyat itu di list
Pertama dari tujuan negara ini
Riyan menjelaskan terkait komentar Wako itu tentang pasa pabukoan yang menolak pasa pabukoan hadir di tempat yang tidak sesuai aturan bukan saya atau pun LBH Bukittinggi tetapi adalah masyarakat yang terdampak.
Memang ada adagium “Salus populi suprema lex esto, keselamatan rakyat, keselamatan warga jauh lebih tinggi daripada konstitusi itu sendiri.”
Yang jadi pertanyaan kami, jika anda jadi Wako anda itu milik semua rakyat. Jadi akyat yang mana yang anda lindungi? Lalu rakyat yang tidak setuju dan meminta saya memberi advice hukum terkait akan dibangunnya pasa pabukoan di depan rumahnya bagaimana ? Kita semua punya hak yang sama di dalam dan dihadapan hukum bro. Sebagaimana dijelaskan Pasal Pasal 27 dan Pasal 28D UUD 1945. Sebagai wako tegakkanlah supremasi hukum sebagaimana sumpah jabatan anda. Berpihak kepada equality before the law. Apalagi NKRI ini adalah negara hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945). Riyan menerangkan negara hukum itu negara yang menjalankan sistem pemerintahannya berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan (machstaat).
Jadi, urus saja kota anda dengan benar dan sesuai aturan ya. Jangan menabrak segala aturan dengan dalih membantu masyarakat. Masyarakat yang mana? Karna ada juga masyarakat yang tidak setuju. Hukum ada untuk kepastian dan jalan tengah. Jadi Anda itu pemimpin negara harus paham aturan.
Lalu terkait masalah pasa pabukoan Wako itu menerangkan bahwa ndak sakaku tu bernegara bos. Baco UUD. Baco pengantar teori hukum: hans kelsen. Baca pengantar hukum : muchtar kusuma admaja. Baco ilmu hukum dari satjipto raharjo.
Walikota itu melanjutkan chatnya dengan menyebut argumentasi hukum terhadap masalah sosial dan masalah2 karena interaksi manusia tidak melulu dikomentari dengan pasal2 karena ada beberapa norma yang hidup di masyarakat norma adat, norma sosial, norma agama, norma hukum.
Riyan menjawab, jawaban saya tidak terlalu banyak. Masalah pasa pabukoan yang menolak bukan saya tapi ada laporan dari masyarakat ke saya dan ia minta advice hukum. Saya juga tahu pasa pabukoan itu sudah tradisi tapi karna kita negara hukum dan demokrasi. Seharusnya tidak ada kebijakan yang tidak dimusyawarahkan terlebih dahulu apalagi akan membangun pasa pabukoan di tempat yang ada masyarakat lain merasa dirugikan. Jangan karna keberpihakan kepada satu masyarakat mencederai hak masyarakat lain. Ini negara demokrasi dan negara hukum bung. Belajar lagi anda teori berdemokrasi. Jangan serampangan menggunakan dalih melindungi rakyat dengan ada rakyat lain yang tersakiti, tutup Riyan.(*)