Belajar dari Tokoh Nagari dan Negara Buya Ahmad Syafii Maarif
Bukittinggi – Sejumlah tokoh publik turut menyampaikan ucapan belasungkawa atas wafatnya mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii Maarif, Jumat (27/5/2022).
Berbagai bentuk ucapan duka dan doa untuk almarhum ini diungkapan lewat akun medsos masing-masing.
Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H., salah satu yang mengucapkan turut berduka cita atas meninggalnya Buya Syafii melalui akun facebooknya.
“Saya turut berduka cita mendalam atas wafatnya Buya Prof.Dr. H. Syafi’i Ma’arif, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah,” tulis Riyan dalam akun facebooknya.
Selain itu Riyan yang juga merupakan Ketua Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Korwil Bukittinggi – Agam ini juga menceritakan bahwa ia selalu menyukai belajar dari tokoh nagari dan negara. Salah satunya Buya Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif ini katanya. Berikut uraian lengkapnya dengan judul tulisan Belajar dari Tokoh Nagari dan Negara Buya Ahmad Syafii Maarif kami kutip dari akun facebooknya.
Saya turut berduka cita mendalam atas wafatnya Buya Prof.Dr. H. Syafi’i Ma’arif, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah. Saya memang selalu menyukai belajar dari tokoh nagari dan negara, salah satunya Buya Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif. Pemikiran Buya Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif bisa kita simak diberbagai bukunya. Salah satu bukunya yang menarik bagi saya adalah buku yang berjudul Islam dan Masalah Kenegaraan.
Pemikiran Buya juga dapat kita simak secara rutin di kolom Resonansi milik koran Republika. Ketika saya masih SMA di SMA Negeri 1 Bukittinggi hingga berkuliah di Universitas Indonesia. Saya selalu simak pemikirannya di resonansi republika itu. Terhitung hingga 2022 beliau telah aktif menulis di Republika selama 18 tahun lamanya. Dengan belajar dari tokoh nagari dan negara kita berharap dapat mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia sesuai dengan falsafah hidup Indonesia.
Ini juga sesuai dengan falsafah adat orang Minang, Baraja ka nan manang, mancontoh ka nan sudah. Karna dari kisah sukses dari orang terdahulu, dapat kita jadikan pelajaran. Tidak perlu kita malu untuk terus belajar dan berguru dari orang sukses terdahulu.
Falsafah ini mengharuskan agar kita mengambil pelajaran dan menuntut ilmu pada mereka yang telah sukses dan pandai-pandai mengambil hikmah dari kegagalan orang lain. Artinya, jangan malu dan ragu untuk bertanya dan mempelajari pengalaman orang lain. Mengapa ia sukses atau mengapa pula ia gagal, untuk diambil pelajaran kehidupannya.
Termasuk juga dalam memimpin sebuah kota, kita tidak perlu malu untuk berdiskusi dengan para pendahulu yang terbukti sukses membangun kota. Ini semua agar bisa membangun kota dengan arah kemajuan bukan kemunduran. Kota akan maju jika dibangun dengan musyawarah dalam bekerja serta ditambah dengan belajar dari tokoh nagari dan negara yang terbukti sukses.(*)