Semenjak Proyek Drainase Dikerjakan Omset Pedagang Banto Trade Center Menurun dan Pelajaran dari Proyek Drainase
[Keterangan Foto: Dr (cand). Riyan Putra Putra, S.H., M.H., Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, sumber: pengacarabukittinggi.com]
Bukittinggi – Sebagaimana dilansir dari minangkabaunews.com, Wali Kota Bukittinggi Erman bersama OPD terkait, melakukan peninjauan proyek pembanganunan saluran drainase primer di Jalan Pemuda, Kota Bukittinggi, pihaknya langsung mengunjungi Pedagang yang berjualan di area Pasar Banto Bukittinggi Trade Center (BTC), Senin (23/5/2022).
Dalam kunjungan tersebut, Erman Safar lakukan dialog dengan pedagang di BCT dan menanyakan, bagaimana kondisi jualan saat ini, dan apa permasalahan/kendala yang di hadapi.
Pihaknya sengaja mengunjungi pedagang yang berjualan di lantai dasar gedung BTC ini secara mendadak, tanpa perencanaan sebelumnya. dengan tujuan untuk mengetahui, bagaimana kondisi yang sebenarnya yang di alami pedagang.
“Kita selama ini hanya mendengar dan mendapat laporan saja dari dinas terkait,” ucap Wako Erman Safar yang didampingi Sekda Martias Wanto.
Kemudian salah seorang pedagang BTC, inisial NM (52) manyampaikan, semenjak proyek drainase ini dikerjakan omset penjualannya turun drastis, sehingga para pedagang di sini kesulitan menutupi biaya sehari-hari.
“Penghasilan kami menurun darastis, namun kewajiban tetap ditunaikan, termasuk membayar sewa lapak, uang kebersihan, uang ronda dan sebagainya hampir mencapai Rp1 juta setiap bulannya,” akunya.
Warga Bukittinggi yang juga merupakan Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H. sebelumnya sudah pernah menanggapi terkait proyek drainase yang mana ungkap salah seorang pedagang BTC bahwa semenjak proyek drainase omset pedagang Banto Trade Center menurun.
Pertama, Riyan menyatakan ada pelajaran dari kejadian proyek di Jalan Perintis Kemerdekaan yang mana sesuai aturan penting pemasangan rambu-rambu oleh pihak pelaksana untuk menjaga keamanan para pengguna jalan dengan adanya tanda tersebut sehingga para pengguna jalan dapat memahami dan berhati-hati.
Riyan pun melanjutkan bahwa menurut Kajian PPKHI Bukittinggi seharusnya pihak pelaksana proyek mengedepankan faktor keselamatan kepada para pekerjanya dan masyarakat yang terdampak. Terkait keselamatan dan keamanan dalam pelaksanaan proyek infrastruktur, diatur dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi. Pada pasal 96 undang-undang tersebut disebutkan, setiap penyedia atau pengguna jasa konstruksi yang tidak memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan kerja dapat dikenai sanksi administratif berupa: peringatan tertulis, denda , penghentian sementara kegiatan proyek konstruksi, hingga pencantuman dalam daftar hitam serta pembekuan atau pencabutan izin. Selain itu juga harus ada papan nama, karena setiap proyek tanpa papan nama informasi proyek merupakan sebuah pelanggaran karena tidak sesuai dengan amanat Undang – Undang dan Peraturan lainnya. Kedua peraturan dimaksud yakni Undang – Undang (UU) nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, katanya di Bukittinggi pada Minggu, (29/5/2021).
Kedua, Riyan yang juga merupakan Kandidat doktor dari Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang ini menyatakan seharusnya pengajuan anggaran untuk melanjutkan pembangunan drainase di Bukittinggi dengan persetujuan DPRD Bukittinggi.
Riyan menambahkan seharusnya dasar anggaran lanjutan drainase primer tidak cukup hanya berdasarkan evaluasi Gubernur Provinsi Sumatera Barat. Seharusnya juga ada persetujuan DPRD Bukittinggi secara menurut ketatanegaraan Pemerintah Daerah Bukittinggi adalah mitra dari DPRD Bukittinggi.
Berdasarkan undang-undang pemerintahan daerah, khususnya mengenai pengelolaan keuangan daerah menyebutkan bahwa APBD ditetapkan bersama antara kepala daerah dengan DPRD karena mereka adalah mitra. Sehingga mulai dari proses pembahasan sampai pada pengambilan keputusan untuk menetapkan APBD maka dalam perjalanan tidak boleh ada pengajuan anggaran lagi.
Jika sudah mendapatkan persetujuan dari DPRD maka baru boleh melakukan pengajuan anggaran drainase itu baik ke dalam satu pos anggaran maupun yang sejenis atau mungkin hal-hal lain yang sifatnya mendesak.
Dan Riyan yang juga merupakan Ketua Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Korwil Bukittinggi – Agam ini mengakhiri bahwa APBD bukan merupakan produk satu pihak baik eksekutif maupun legislatif tetapi adalah produk bersama dua lembaga penyelenggara pemerintahan itu. Artinya, hal tersebut menjadi kewenangan bersama baik kepala daerah maupun DPRD untuk menetapkan APBD.(*)